Mengenal Penyakit Hipertensi

 

Hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar karena hipertensi merupakan faktor yang paling besar terkena penyakit kardiovaskular dengan mengakibatkan suatu morbiditas dan mortalitasi kardiovaskular yang cukup tinggi.

Berdasarkan tabel diatas, hipertensi merupakan faktor risiko nomor satu untuk kematian global (mencapai tujuh juta kematian) dibandingkan dengan merokok, kolesterol yang tinggi, kekurangan berat badan, kegemukan, dan lain sebagainya. Dengan demikian pentingnya kita melakukan suatu intervensi yang khusus untuk penyakit hipertensi ini.

Disamping itu, penyakit hipertensi diprediksikan pada tahun 2025 nanti prevalensinya akan meningkat. Pada tahun 2020 prevalensi awalnya dari 26.4% dan pada tahun 2025 prevalensinya akan meningkat cukup banyak yaitu mencapai 29.2% populasi orang dewasa dunia.

Bagaimana dengan di Indonesia? Di Indonesia juga cukup tinggi. Dimulai dari usia 45 tahun sampai usia 65 tahun keatas. Diketahui bahwa hipertensi dengan komplikasinya (stroke dan penyakit jantung koroner) ada perbedaan yang cukup bermakna pada orang Eropa dan orang Asia. Pada orang Asia lebih rentan untuk terjadinya komplikasi dibandingkan orang Eropa. Dengan demikian kematian di Asia disebabkan oleh komplikasi tersebut cukup tinggi.

Masalah yang lain adalah bahwa orang-orang hipertensi di Indonesia ini dapat dikatakan sebagai Fenomena Ice Berg atau Fenomena Gunung Es (The Ice Berg Phenomenon in Hypertension). Apa itu maksudnya? Bila kita menaiki perahu maka dari jauh akan tampak puncak dari gunung es tetapi lapisan bahwa dari gunung es tidak dapat kita lihat. Puncak dari gunung es tadi diibaratkan  dengan orang-orang hipertensi yang sudah dalam keadaan “terlambat” yaitu yang sudah terjadi kerusakan target organ di dalam tubuh, seperti otak, mata, jantung, dan ginjal. 

Sedangkan lapisan bawah dari gunung es tadi adalah orang dengan penyakit hipertensi tapi tanpa keluhan/asimptomatik. Pasien-pasien asimptomatik ini sering tidak datang berobat karena merasa tidak mengeluhkan apa pun. Ini justru yang sangat berbahaya karena sering kali pasien yang asimptomatik itu seperti denial yang artinya tidak mau mengakui kalau dia penyakit hipertensi. Mereka sering kali berkata “Tensi saya 200 tapi saya tidak mengeluhkan apa-apa kok sampai saat ini. Buat apa saya minum obat?”. Apakah mesti apa-apa dulu baru datang berobat? Kalau sudah stroke bagaimana? Kalau sudah perdarahan bagaimana? Jadi tugas kita adalah aktif mencari pasien-pasien hipertensi asimptomatik untuk diberitahu bahwa dia perlu berobat agar tidak terjadi kerusakan target organ tadi.

Dalam hipertensi adalah istilah namanya Hypertension Millimetres are matter. Artinya bahwa makin tinggi tekanan darah seseorang itu maka makin berisiko untuk terjadinya komplikasi kardiovaskular yaitu kerusakan organ jantung dan menyebabkan kematian. Yang jadi pertannyaan adalah kalau orang hipertensi itu bisa diturunkan tensinya sampai berapa jauh? Menjadi tensi normal itu harus berapa? Apakah sama pada orang muda dan orang tua? Berikut menurut literatur dari JNC 7, yaitu:

Penjelasan: Berdasarkan tabel diatas, seseorang dianggap normal kalau tekanan darahnya dibawah 140/90 mmHg. Target tekanan darah ini (<140/90 mmHg) adalah untuk orang terkena hipertensi saja tanpa ada kelainan target organ atau tanpa ada gejala-gejala lain. Sedangkan bila ada komplikasi stroke, infark miokard, kelainan ginjal ataupun diabetes melitus penurunan tekanan darah dianjurkan dibawah 130/80 mmHg.

Catatan penting:

        Pada pasien-pasien dengan komplikasi atau hipertensi dengan komorbid, untuk tekanan darahnya ada istilah “the lower the better” atau lebih rendah lebih baik, supaya tidak terjadi progress kerusakan organ target. Namun hal ini harus dilakukan dengan “tanda petik” karena sering kali pasien dengan tekanan darah yang terlalu rendah merasa tidak nyaman atau mengeluhkan pusing/kliyengan. Kita memang tidak boleh mutlak melakukan suatu regulasi terapi hanya berdasarkan guidline. Kita harus mengobati pasien itu dengan seutuhnya karena tiap orang itu berbeda-beda.

Didalam pengobatan hipertensi itu, kita tidak hanya sekedar mengontrol tekanan darahnya tetapi memperbaiki quality of life (kualitasi hidup) dari penderita tersebut. Dari dulu suatu pengobatan itu harus dimulai dari mengatur pola gaya hidup.

Komentar

  1. Terimakasih. Semoga bermanfaat. Topik hipertensi berikutnya akan menyusul segera.

    BalasHapus
  2. Saya senang membaca info ini,karena saya mengidap hipertensi.
    Sehingga bisa menjaga tekanan darah agar ttp stabil.
    Tks.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terapi Pneumonia Komunitas (Community Acquired Pneumonia/CAP)

Patofisiologi Thalassemia

FDA: Obat antidepresan dapat meningkatkan risiko bunuh diri.