Dokter dan Apoteker Bagaikan Simbiosis Mutualisme
Asosiasi
Dokter Indonesia memperingati Hari Dokter Indonesia setiap tanggal 24 Oktober.
Sementara itu, Asosiasi Farmasi Dunia baru saja memperingati Hari Farmasi Dunia
tanggal 25 September.
Hari
ini tepat tanggal 24 Oktober, Indonesia sedang memperingati hari bersejarah
yaitu Hari Dokter Indonesia. Momen bersejarah ini mengingatkan kita akan peran
dan tanggung jawab profesi Dokter di tengah-tengah bangsa Indonesia. Sejatinya,
profesi Dokter merupakan profesi yang mulia karena mengutamakan keselamatan dan
kesembuhan pasien dengan penuh hati nurani.
Di
sisi lain, tepat sebulan lalu, Asosiasi Farmasi Dunia mengangkat tema “Farmasi
selalu tepercaya untuk kesehatan anda” dalam rangka Hari Farmasi Dunia. Kepercayaan
publik terhadap profesi Farmasi dalam bidang kesehatan patut mendapatkan
apresiasi. Momen ini juga kiranya makin meningkatkan kesadaran profesi untuk
senantiasa mengedepankan rasa melayani sepenuh hati dibidang kesehatan agar
kepercayaan terus meningkat.
Sedikit
bercerita, saya mempunyai dua orang kakak laki-laki yang berprofesi sebagai Dokter.
Saat ini, mereka sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis atau biasa
disebut dengan PPDS. Kakak yang pertama sedang menggeluti Spesialis Kardiologi
di Kota Jakarta dan kakak kedua sedang mendalami Spesialis Anestesi di Kota
Medan. Sementara saya sendiri berprofesi sebagai seorang Apoteker yang
berpraktik di Rumah Sakit.
Tidak
semua Dokter Umum akan mengambil program spesialis. Mengambil keputusan untuk
menjadi seorang Dokter Spesialis adalah keputusan yang tidak mudah untuk dilalui.
Untuk mendapatkan sebuah gelar spesialis harus menghabiskan waktu lima tahun dan
harus rela mengorbankan kesehatan, perasaan, keuangan, waktu, dan keluarga. Tantangan
demi tantangan dilewati dengan penuh air mata dan keringat selama menjadi PPDS.
Salah
satu hal yang membuat Spesialis Kardiologi unik karena Dokter Kardiologi
mempelajari organ tubuh yang ukurannya hanya sekepalan tangan manusia namun
memiliki fungsi vital dalam mempertahankan kehidupan manusia. Adrenaline
rush saat menangani pasien dengan kegawatdaruratan jantung yang tiap menit
hemodinamikanya berubah memerlukan ketegasan, ketepatan, dan kecepatan dalam
menentukan tatalaksana. Ada kepuasan tersendiri bagi Dokter Kardiologi bila
berhasil menyelamatkan kehidupan pasien yang mengalami kegawatdaruratan
jantung.
Terdapat
variasi juga dalam kehidupan klinis pasien sehari-hari. Selain menatalaksana
pasien dengan medikamentosa, Kardiolog juga di didik untuk menggunakan
intervensi non farmakologis dalam penatalaksanaan pasien. Tentunya bidang
Kardiologi terusmenerus berkembang pesat dalam hal diagnostik dan terapeutik.
Sementara
itu, kata Dokter Spesialis Anestesi mungkin masih asing terdengar di telinga
masyarakat. Dokter Anestesi adalah Dokter Spesialis yang memiliki tanggung
jawab memberikan anestesi (pembiusan) sebelum pasien menjalani operasi. Tidak
sampai disitu, Spesialis Anestesi memiliki keunikan tersendiri, yaitu Dokter Anestesi
wajib mempelajari semua ilmu spesialis lain. Contohnya, Dokter Anestesi harus
mempelajari ilmu kegawatdaruratan karena melayani pasien gawat di IGD
(Instalasi Gawat Darurat) jika membutuhkan life saving (penyelamatan
jiwa). Contoh lain, Dokter Anestesi juga menggali ilmu kebidanan karena akan
ada operasi sectio cesaria, operasi kuretase, operasi tumor di
bagian kebidanan, dan ilmu spesialis lainnya.
Di
sisi lain, Apoteker adalah gelar profesi yang memiliki keahlian di bagian
obat-obatan. Sampai saat ini, banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa tugas
Apoteker hanya sebatas meracik obat, membaca resep, menjual obat, atau menjaga
apotek. Padahal kenyataannya, paradigma kefarmasian telah bergeser dari Drug
Oriented menjadi Patient oriented. Maksudnya, bahwa dahulu fokus
Apoteker hanya berorientasi pada pengelolaan obat-obatan namun sekarang fokus
utamanya sudah berorientasi pada pasien itu sendiri. Pelayanan di mana pasien
menerima jaminan keamanan dan rasionalitas penggunaan obat.
Menurut
Permenkes 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Apoteker melakukan serangkaian kegiatan Farmasi Klinis. Selama saya pelayanan
di Rumah Sakit, saya melakukan pengkajian dan pelayanan resep, penelurusan
riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO),
konseling, visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping
obat (MESO), evaluasi penggunaan obat, dan dispensing sediaan steril. Masing-masing
kegiatan tersebut memiliki tantangan tersendiri dan menyadari bahwa Apoteker
dan Dokter tidak dapat berdiri sendiri.
Selama
saya berpraktik di Rumah Sakit kurang lebih dua tahun, dalam melakukan kegiatan
pengkajian resep, Apoteker sering sekali mengalami kesulitan dalam membaca
tulisan Dokter. Sehingga Apoteker membutuhkan waktu untuk mengonfimasi ulang ke
Dokter agar tidak ada kesalahan dalam pemberian obat. Dengan demikian efek terapi
yang diinginkan bisa tercapai. Kedua, setiap pagi hari, Apoteker melakukan kegiatan
rekonsiliasi obat di ruangan rawat inap. Dimana Apoteker memeriksa apakah
pasien ada membawa obat dari rumah, apakah saat ini pasien sedang mengonsumsi
obat-obatan rutin, apakah sebelum masuk ruangan rawat inap pasien ada mengonsumsi
obat-obatan. Disini Apoteker juga sangat membutuhkan kejujuran dari pasien
ataupun keluarga pasien. Ada atau tidak adanya obat-obatan tersebut, Apoteker
tetap harus melaporkan kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien atau biasa disebut
DPJP. Kegunaannya untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error)
seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat.
Ketiga,
setiap pagi hari, Apoteker secara mandiri atau bersama dengan Dokter melakukan visite
atau kunjungan ke pasien rawat inap untuk melihat kondisi klinis pasien saat
itu secara langsung, melihat perkembangan klinis pasien, memantau terapi obat dan
reaksi obat yang tidak dikehendaki serta meningkatkan terapi obat yang
rasional. Keempat, selama saya berpraktik di Rumah Sakit, handphone saya harus standby
selama 24 jam untuk berjaga-jaga jikalau Dokter menelfon saya guna menanyakan perihal
obat-obatan. Dokter sering sekali menanyakan mengenai ketercampuran obat yang
satu dengan obat yang lainnya, menanyakan perihal interaksi obat, dan pemakaian
antibiotika yang tepat terhadap diagnosa yang telah diteggakkan oleh Dokter
tersebut. Kelima, saya juga mendapatkan kepercayaan untuk melakukan kegiatan
dispensing sediaan steril terutama di bagian obat sitostatika atau obat
kemoterapi. Dalam kegiatan ini sangat dibutuhkan keterampilan dari Apoteker
agar obat dapat tercampur dengan baik. Tidak hanya membutuhkan keterampilan,
namun juga komunikasi yang baik antara Apoteker dengan Dokter Spesialis
Onkologi.
Ada
pun tujuan utama Dokter dan Apoteker belajar bertahun-tahun dan mendalami
serangkaian peran tersebut, semata-mata hanya untuk pasien yaitu agar pasien
memperoleh pelayanan yang optimal. Maka sangat dibutuhkan kolaborasi antara
Dokter dan Apoteker agar pasien memperoleh terapi yang sesuai sehingga kualitas
hidup pasien meningkat dan pasien bisa sembuh dari penyakitnya. Tidak
mengganggap bahwa profesi Apoteker lebih hebat dibandingkan profesi Dokter
maupun sebaliknya. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran masing-masing
profesi yaitu rasa saling membutuhkan satu sama lain dan saling membangun
komunikasi yang efektif.
Di
akhir blog ini izinkan saya mengucapkan Selamat Hari Dokter Nasional. Terima kasih
Dokter Indonesia atas pengabdian yang tulus dan semangat pantang menyerah
kepada seluruh masyarakat di Indonesia. Kerja keras dan jerih payahmu tidak
akan pernah kami lupakan untuk Negeri ini. Jaya selalu Dokter Indonesia.
Terimakasih para pembaca 🙏🙏
BalasHapusSangat bermanfaat tulisannya.
HapusDitunggu tulisan selanjutnya.
Semangat terus.
Terima kasih informasinya
BalasHapusTerimakasih 🙏🙏
Hapus