FDA: Obat antidepresan dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
Apa opini saudara terkait pernyataan FDA ini?
Antidepresan merupakan terapi yang diindikasikan untuk menangani depresi. Obat ini bekerja dengan cara menyeimbangkan kandungan senyawa kimia alami di dalam otak yang disebut neurotransmitter (serotonin, norepinefrin, dan dopamine) sehingga bisa meredakan keluhan dan membantu memperbaiki suasana hati dan emosi.
Pertama, seperti yang kita ketahui, bahwa pasien depresi itu bisa mengalami kelainan suasana perasaan (mood), penurunan minat, gangguan tidur yang menetap, tampak lelah, perasaan tidak berguna, kurang bergairah dalam hidup, serta memiliki keinginan untuk bunuh diri. Sekitar 10-15% pasien yang mengalami depresi mengakhiri hidupnya karena merasa tidak ada gunanya untuk melanjutkan kehidupan. Ada beberapa terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi depresi, yaitu:
- Psikofarmaka, seperti penggunaan obat antidepresan dan antianxietas
- Psikoterapi, seperti konseling. Yang dievaluasi dari pengobatan pasien depresi ini adalah:
- Derajat depresinya ada perbaikan atau tidak.
- Durasi depresinya ada perbaikan atau tidak.
Dr. Michael K. Friedman menyatakan bahwa kombinasi antara psikofarmaka dan psikoterapi terbukti dapat meningkatkan efektifitas terapi pasien depresi.
Dalam hal ini, sangat diperlukan kolaborasi antara dokter, psikiater, psikolog, apoteker, maupun tenaga medis lainnya. Pasien yang mengalami depresi wajib di evaluasi apakah mereka meminum obatnya secara teratur atau tidak, apakah mereka rutin melakukan konseling atau tidak, apakah keseharian mereka diisi oleh kegiatan positif atau tidak, dsb. Adapun tujuan terapi episode depresi adalah untuk mengeliminasi atau mengurangi gejala depresi, meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan terhadap pengobatan, membantu pengembalian ke tingkat fungsi sebelum sakit dan mencegah episode depresi lebih lanjut.
Apabila pasien depresi tidak menjalankan terapinya dengan baik dan tuntas, maka keinginan untuk bunuh diri yang sedari awal tadi ada bisa terpacu kembali. Jadi, bisa saja pernyataan FDA tersebut dikeluarkan seolah-olah memang karena penggunaan antidepresannya lah yang menyebabkan pasien depresi tersebut bunuh diri. Padahal bila kita telusuri jauh ke belakang, banyak faktor yang harus diteliti dengan saksama apa yang menyebabkan pasien tersebut bunuh diri. Apakah karena memang pengobatan yang tidak tuntas, kurangnya dukungan dari keluarga, tidak adanya teman curhat ataupun alasan lainnya.
Kedua, dalam suatu artikel yang saya baca bahwasanya GlaxoSmithKline (GSK) menyatakan: "Sulit untuk menyimpulkan hubungan kausal antara antidepresan dan bunuh diri karena insiden kecil dan jumlah kejadian absolut, sifat analisis retrospektif". Seperti yang kita ketahui bahwa penelitian retrospektif adalah penelitian yang berbicara tentang masa lalu atau yang mengandalkan data historis dimana pasien tidak nyata ada pada saat ini. Jadi sangat sulit untuk hanya mengandalkan analisis retrospektif terhadap angka kejadian penggunaan antidepresan yang menyebabkan bunuh diri.
Bila ingin mengkaji lebih dalam lagi, sebaiknya dilakukan analisis prospektif, dimana mengandalkan informasi yang akan diperoleh sejalan dengan berjalannya penelitian (subyek penelitian nyata ada pada saat ini), serta dikaji dari berbagai sudut pandang pengobatan mengenai pernyataan FDA tersebut.
Bagaimana pendapat anda terkait pernyataan FDA tersebut? Silahkan tulis di kolom komentar.
Terimakasih sudah membaca.
BalasHapus